Selasa, 08 Desember 2020

WACANA KESEHATAN GIGI UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN DAN GIZI YANG BERKUALITAS BAGI IBU DAN ANAK PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU

WACANA KESEHATAN GIGI UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN DAN GIZI YANG BERKUALITAS BAGI IBU DAN ANAK PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU


    Kesehatan gigi dan gizi yang berkualitas saing terkait karena berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi  dengan penyakit gigi dan mulut seperti angular cheilitis yang dapat ditemukan pada anak dengan status gizi yang masih  dalam proses perbaikan dikarenakan takaran beberapa nutrisi yang belum tepat pada anak, vitamin B kompleks dan zat besi merupakan nutrisi yang sangat penting untuk mencegah angular cheilitis, antara lain sebagai pencegah penyakit gigi yang masih belum berlanjut. Dari penelitian yang ditemukan, status gizi anak yang buruk akan  mempengaruhi keadaan rongga mulut, untuk itu tenaga dokter gigi dan perawat gigi dapat berperan serta untuk   mendapatkan status gizi seorang anak dan memberikan penanganan yang tepat.

    Pemenuhan gizi seimbang di masa adaptasi kebiasaan baru menjadi sangat penting dilakukan. Sebab, bukan hanya dilakukan untuk menjaga kesehatan saja tapi juga meningkatkan imunitas keluarga di tengah ancaman pandemi. Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia Prof Dr Hardinsyah MS mengatakan di tengah isu pandemi yang masih mengancam, pemenuhan gizi seimbang termasuk asupan pangan protein hewani menjadi kunci untuk menjaga kesehatan keluarga. Pangan protein hewani yang berkualitas salah satunya susu, memiliki asam amino yang lengkap dan berperan penting pada masa kehamilan dan pertumbuhan anak setelah masa ASI eksklusif, serta meningkatkan sistem imunitas. Asam amino lengkap disertai asam lemak dan penambahan asam folat, vitami A, vitamin D, zink, zat besi, B kompleks pada susu akan memiliki manfaat penting bagi ibu dan bagi pertumbuhan perkembangan janin dan mendukung proses metabolisme tubuh. - Search investor.id

PKL RST dr. Asmir Salatiga

                                                         PKL di RST dr. Asmir Salatiga



Profil RS

Pada tanggal 1 April 1967 Rumah Sakit Rem 0731/Salatiga, dipindahkan ke Jl. Dr. Muwardi No. 50 Salatiga berdasarkan Surat Perintah Danrem 073 No. Sprin / 106 / III / 1967. Saat ini Rumah Sakit Tk IV 04.07.03 yang berdiri diatas lahan seluas 5 Ha merupakan Rumah Sakit Tk IV di jajaran TNI, yang berada dibawah Datasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah 04.04.03) Salatiga.

    Izin operasional Rumah Sakit dr.Asmir salatiga berdasarkan Surat Walikota Salatiga nomor : 503 /078/102 tanggal 24 Februari 2015. Ramah Sakit dr. Asmir Salatiga merupakan Rumah Sakit Tipe C.

    Dalam penyelenggaraanya Rumah Sakit dr Asmir berpedoman pada Visi dan Misi Kesehatan Angkatan Darat yaitu Visi menjadi penyelenggara pembinaan Kesehatan Angkatan Darat yang dipercaya dengan dilandasi Profesionalisme, Disiplin, Bermoral dan Soliditas dan Misinya yaitu menyelenggarakan Dukkes yang handal, Yankes yang prima serta fungsi organik yang seksama.

Visi, Misi dan Motto

Rumkit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir Salatiga mempunyai visi, misi, moto dan tujuan sebagai berikut :

1. Visi

Menjadi rumah sakit kebanggaan setiap prajurit, dan masyarakat umum dengan pelayanan prima.

2. Misi

Memberikan pelayanan kesehatan yang prima dilandasi sikap professioal, disiplin dan bermoral.

3. Motto

Kami melayani dengan hati. 

4. Tujuan

Terciptanya derajat kesehatan yang tinggi bagi prajurit TNI, PNS dan keluarganya serta masyarakat pada umumnya.

Senin, 07 Desember 2020

Hobi & hiburan

 


Loc : Kec. Welahan. Kab. Jepara

Tau Ga Sih Belajar Kesehatan Gigi Juga Bisa Jadi Hobi yang Menyenangkan. Lhoh.

Pengetahuan mengenai kesehatan gigi yang sangat diperlukan oleh anak-anak dan masyarakat karena masih banyak anak anak dan masyarakat yang mengeluhkan sakit gigi tetapi tidak tau bagaimana menanganinya dan bagaimana memelihara.

Berkumpul bersama anak-anak sangat menyenangkan dan rasa ingin tau mereka yang besar membuat kita mudah untuk memberikan pengetahuan sejak dini. Hal sekecil ini terasa menjadi hobi ketika melihat salah satu dari mereka merasa senang dan menerapkan hidup sehat dirumah dengan merawat kesehatan gigi dan mulut dengan benar.

Dokumentasi foto bersama sama anak-anak desa welahan ketika belajar cara menggosok gigi yang benar.




Minggu, 08 November 2020

Masa Pertumbuhan Gigi

 Gigi susu memiliki peran yang sangat penting saat pertumbuhan gigi permanen anak, yaitu sebagai penahan ruang agar gigi permanen bisa mendapatkan tempat untuk tumbuh.

Jika gigi susu copot sebelum waktunya, maka ruang atau celah antara gigi akan menyempit karena gigi cenderung bergerak ke ruang yang kosong. Akibatnya, gigi permanen akan tumbuh secara tidak normal. Susunan gigi tetap juga akan menjadi tumpang tindih dan terlihat berantakan.

Berdasarkan fungsinya, gigi dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

  • Gigi seri (incisive), untuk menggigit atau memotong makanan.
  • Gigi taring (caninus), untuk merobek atau menghancurkan makanan.
  • Gigi molar kecil (premolar), untuk menghancurkan makanan.
  • Gigi geraham besar (molar), untuk menghaluskan makanan.



Pertumbuhan Gigi Permanen pada Anak

Gigi susu anak mulai tanggal untuk pertama kali biasanya pada umur 6 atau 7 tahun. Setelah itu, gigi susu yang tanggal akan diganti dengan gigi permanen atau gigi tetap.

Waktu tumbuhnya gigi tetap yang pertama bisa berbeda-beda pada tiap anak. Umumnya, gigi permanen pertama anak muncul di usia 6-7 tahun.

Berikut adalah urutan pertumbuhan gigi permanen pada anak:

  1. Gigi molar atau gigi geraham rahang bawah (usia 6-7 tahun)
  2. Gigi geraham rahang atas (usia 6-7 tahun)
  3. Gigi seri depan rahang bawah (usia 6-7 tahun)
  4. Gigi seri rahang atas (usia 7-8 tahun)
  5. Gigi taring rahang bawah (usia 9-10 tahun)
  6. Gigi geraham kecil ke-1 atau premolar 1 (usia 10-11 tahun)
  7. Gigi geraham kecil ke-3 atau premolar 2 rahang atas dan rahang bawah (usia 10-12 tahun)
  8. Gigi taring (usia 11-12 tahun)
  9. Gigi geraham ke-2 (usia 12-13 tahun)

Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Gigi Permanen

Tidak semua anak mengalami pertumbuhan gigi permanen sesuai waktu yang dijelaskan di atas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi permanen terlambat tumbuh atau justru tidak tumbuh sama sekali, antara lain:

Faktor lokal

Penyebab lokal yang dimaksud di sini adalah cedera pada gigi susu, tumor pada gigi, gigi susu copot lebih awal dari waktunya, impaksi gigi, pertumbuhan gigi ektopik, dan sumbing atau celah pada mulut (oral cleft).

Faktor sistemik

Faktor ini meliputi asupan nutrisi yang buruk, kekurangan vitamin D, penyakit yang berhubungan dengan hormon endokrin, penyakit cerebral palsy, dan kemoterapi jangka panjang.

Faktor genetik

Faktor genetik ini berkaitan dengan penyakit keturunan, seperti Down syndrome, GAPO syndrome, dan kelainan lain yang berhubungan dengan gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial (gigi, tulang tengkorak, dan wajah).

Orang tua perlu membawa anak ke dokter gigi apabila gigi geraham pertama tidak muncul sesuai dengan waktunya. Pemeriksaan ke dokter juga perlu dilakukan jika gigi susu telah tanggal tetapi gigi permanen tidak kunjung muncul dalam waktu tunggu sekitar 6 bulan – 1 tahun.

Pada kondisi seperti ini, dokter gigi akan memeriksa keadaan gigi anak. Bila perlu, dokter akan melakukan pemeriksaan dengan foto Rontgen untuk mengetahui kondisi dan posisi gigi permanen di dalam gusi dan rahang, termasuk apakah ada kelainan pada gigi anak.

Jumat, 06 November 2020

Kuesioner PKL UKBM

 

Kuesioner Praktek Kerja Lapangan pada mata kuliah UKBM



ANALISA SALIVA SEBAGAI PREDIKSI FAKTOR RISIKO KARIES

 

ANALISA SALIVA SEBAGAI PREDIKSI FAKTOR RISIKO KARIES


Analisa saliva merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memprediksi kerentanan gigi individu akan mengalami karies gigi.

Untuk melakukan analisa saliva dapat dilakukan dengan cara analisa saliva istirahat dan analisa saliva terstimuli/terrangsang.

1.      Analisa Saliva Istirahat

Pengukuran yang dilakukan pada saliva dalam keadaan tidak terstimulasi / istirahat (Analisa Saliva Istirahat) menunjukkan seberapa besar saliva yang disekresi secara konstan untuk melindungi dan melapisi rongga mulut, diantaranya yaitu :

a.       Hydrasi Saliva / Laju Aliran Saliva

Dapat diukur dengan melihat timbulnya saliva pada mukosa bibir bawah. Hidrasi saliva dilakukan dengan cara menarik bibir bawah, lalu mengeringkan mukosa labial dengan kapas steril secara hati- hati, mukosa diperiksa dibawah sinar yang memadai, selanjutnya mengamati butiran saliva yang keluar dari muara glandula minor, apabila waktu keluarnya kurang dari 60 detik maka hidrasi saliva istirahat dikategorikan nomal. Jika waktu keluarnya saliva lebih dari 60 detik maka hidrasi saliva tergolong rendah.

Berdasarkan penelitian Senawa, Wowor dan Juliatri, penilaian risiko karies berdasarkan pemeriksaan aliran saliva dapat dikriteriakan sebagai berikut :

·         Risiko karies rendah, bila aliran saliva cepat (>60 detik)

·         Risiko karies sedang, bila aliran saliva normal (30 – 60 detik)

·         Risiko karies tinggi, bila aliran saliva lambat (<60 detik)

 

b.      Viskositas Saliva

Pengukuran viskositas saliva dilakukan untuk mengukur konsistensi/kekentalan saliva. Untuk pemeriksaan viskositas saliva dilakukan dengan cara, posisi klien tegak lurus terhadap lantai. Pengumpulan saliva dilakukan pada pukul 12.00 – 16.00 WIB, 2 jam sesudah makan terakhir. Selanjutnya klien diminta untuk mengumpulkan salivanya di dalam rongga mulut tanpa stimulasi, dan diminta untuk meludahkan saliva ke dalam cawan pot saliva dengan cara menundukkan kepalanya (Indriana, 2011). Kemudian cawan pot yang berisi saliva tersebut dimiringkan untuk melihat konsistensi dari saliva tersebut.

Kriteria kekentalan saliva :

·         Encer, apabila saliva terlihat bening, cair, tidak berbusa, dan bila gelas dimiringkan, saliva langsung mengalir cepat seperti air.

·         Normal, apabila saliva terlihat putih, berbusa, dan bila gelas dimiringkan, saliva mengalir perlahan.

·         Kental : Lengket, putih, berbusa, bila gelas dimiringkan hampir tidak mengalir.

 

2.      Analisa Saliva Terstimuli (Stimulated Saliva)

Saliva terstimuli merupakan saliva yang diproduksi karena adanya rangsangan. Pengukuran analisa saliva terstimuli dilakukan dengan melakukan perhitungan kuantitas saliva ketika mendapat rangsangan dengan menggunakan sepotong wax dan pemeriksaan kapasitas buffer.

a.        Kuantitas saliva (Quantity Saliva)

Pemeriksaan kuantitas saliva dapat dilakukan dengan cara :

Ø  Klien diminta untuk mengunyah sepotong wax/xylitol, setelah 30 detik kemudian instruksikan klien untuk meludah dalam cawan. Pada saat klien meludah, wax/xylitol yang dikunyah diambil terlebih dahulu.

Ø  Kemudian klien melanjutkan mengunyah selama 5 menit lalu meludah lagi ke dalam cawan.

Ø  Selama 5 menit, klien diperbolehkan untuk meludah 2 kali saja. Hal ini dilakukan untuk mencegah saliva tertelan.

Ø  Selanjutnya melihat kuantitas saliva dengan memeriksa jumlah saliva yang terdapat dalam cawan.

Kuantitas saliva dikatakan normal apabila jumlah saliva lebih dari 5 ml. Kuantitas saliva dikatakan rendah apabila jumlah saliva dalam cawan berisi antara 3,5 ml – 5 ml. Sedangkan kuantitas saliva dikatakan sangat rendah apabila jumlah saliva kurang dari 3,5 ml. Semakin rendah jumlah saliva yang dihasilkan, semakin tinggi terjadinya faktor risiko karies. Semakin banyak jumlah saliva yang dihasilkan dalam 5 menit, semakin rendah faktor risiko karies yang terjadi.

b.        Kapasitas Buffer (Capacity Buffer)

Kapasitas buffer merupakan kemampuan saliva untuk membuat pH saliva kembali pada pH normal atau menetralisir asam dalam rongga mulut. Pengukuran kapasitas buffer dilakukan dengan cara :

ü  Saliva yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pemeriksaan kapasitas buffer menggunakan buffer strip.

ü  Saliva di ambil menggunakan pipet kemudian diteteskan di atas buffer strip dan dibiarkan selama 5 menit.

ü  Setelah 2 menit, lihat perubahan warna yang terjadi dan cocokkan skornya pada buku petunjuk yang sudah ada lalu dicatat hasilnya.

 

Cara penilaiannya yaitu untuk warna hijau diberikan nilai 4, untuk warna hijau / biru diberikan nilai 3, untuk warna biru diberikan nilai 2, untuk warna biru /merah diberikan nilai 1, dan untuk warna merah diberikan nilai 0. Setelah itu jumlahkan masing-masing nilai pada buffer strip. Hasil dari penjumlahan 3 pads dapat dikategorikan kapasitas buffer sangat rendah apabila jumlah nilainya 0 sampai 5, kapasitas buffer tergolong rendah apabila jumlah nilai 6 sampai 9, dan kapasitas buffer tergolong normal apabila jumlah nilai 10 sampai 12. Semakin tinggi jumlah nilai kapasitas buffer maka semakin rendah faktor risiko kariesnya. Kejadian faktor risiko karies dikatakan tinggi jika jumlah nilai kapasitas buffernya sangat rendah (rentang nilai 0-5).

 

 

Tentang METOLOGI PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

 METOLOGI PENELITIAN EPIDEMIOLOGI


A.    Pengertian Epidemiologi

Kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, epi berati pada/tentang, demos berati penduduk, dan logos berati ilmu. Jika di artikan maka Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Selain definisi asal kata, banyak definisi Epidemiologi yang dibuat oleh ahli kesehatan. Terdapat dua definisi yang terkenal yaitu :

1.      Definisi lama ( sebelum tahun 1960)

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran dan perluasan suatu penularan penyakit dalam suatu kelompok penduduk atau masyarakat. Dasarnya adalah sebelum tahun 1960 penyakit menular merupakan penyakit yang paling banyak dialami penduduk dunia.

2.      Definisi baru ( Setelah tahun 1960)

Beberapa tokoh terkenal dalam ilmu penyakit memberi definisi mengenai epidemiologi sebagai berikut :

i)        Mag Mahon dan Pugh (1970). Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit terhadap manusia.

ii)      Omran (1974). Epidemiologi adalah suatu studi mengenai kejadian dan distribusi kesehatan, penakit, dan perubahan pada penduduk.

iii)    Mausner dan Kramer (1985). Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.

iv)    Last (1988). Epidemilogi adalah studi tentanf distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasinya untuk menanggulangi masalah kesehatan.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit pada populasi manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja secara acak dan penyakit pada manusia sesungguhnya mempunyai faktor penyebab dan faktor pencegah yang dapat diidentifikasi melaui penelitian (pengamatan) secara sistematik pada populasi, tempat, dan waktu.

Pada saat ini epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

B.     Macam-macam Epidemilogi

1.      Epidemiologi Deskriptif

a)      Pengertian

Epidemiologi Deskriptif merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinannya menurut populasi, letak geografik, serta waktu. Indikator yang digunakan dalam epidemiologi deskriptif adalah faktor sosial ekonomi, seperti umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan maupun variabel gaya hidup, seperti jenis makanan, pemakaian obat dan perilaku seksual.

b)      Manfaat dari Studi Epidemiologi Deskriptif adalah :

1)      Relatif murah daripada studi Epidemiologi Analitik.

2)      Memberikan masukan tentang pengalokasian sumber daya dalam rangka perencanaan yang efisien.

3)      Memberikan petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa suatu variabel merupakan faktor resiko penyakit.

c)      Pembagian Studi Epidemiologi Deskriptif antara lain adalah :

1.      Laporan kasus dan seri kasus

Laporan kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian satu kasus baru yang menarik yang dilakukan oleh satu orang peneliti atau lebih untuk mendapatkan gejala atau tanda-tanda spesifik, misalnya terjadi kasus keracunan merthyl mercuri di Teluk Minimata Jepang.

Tujuan studi kasus adalah untuk mengenal karakteristik kasus . Setelah karakteristik dikenal baru kemudian disusun gejala-gejala dan tanda-tanda. Misalnya yang termasuk gejala subjektif, tanda-tandanya ditemukan dari anamnese, sedangkan gejala yang bersifat objektif ditemukan dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Serial kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian sekumpulan kasus baru dengan diagnosis serupa, dengan mendistribusikan pada variabel-variabel tertentu untuk melihat kecenderungan-kecenderungan tertentu. misal pada tahun 1985 ditemukan penyakit break dancing neck.

Tujuannya adalah untuk melihat kecenderungan-kecenderungan tertentu. Tidak ada batasan jumlah kasus dalam kasus seri. Kasus seri dilaporkan dalam bentuk proporsi (rancangan kasus seri bukan ukuran frekuensi). Dalam kasus seri perlu juga didapat data populasi. Secara sistematis variabel dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar yaitu :

a.       Kelompok orang, meliputi; demografi, genetik dan umur. Kelompok demografi meliputi alamat, umur, sex, sosial ekonomi, ras, pendidikan, pekerjaan, status. Kelompok orang dari segi genetik meliputi riwayat keluarga. Sedangkan dari kelompok prilaku meliputi morokok, minuman keras, hobby, olahraga dan tidur.

b.      Kelompok tempat, meliputi alamat, lingkungan kerja, dataran tinggi – rendah.

c.       Kelompok waktu, meliputi pagi - siang – malam; bulan; musim (panas-hujan).

Kelemahan studi ini adalah :

a.       Tidak ada grup kontrol

b.      Tidak dapat dilakukan studi hipotesa

2.      Studi ekologi / korelasi

a.       Pengertian

Studi Korelasi merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk  mendeskripsikan hubungan korelatif antara penyakit dengan karakteristik suatu populasi pada waktu yang sama atau pada populasi yang sama pada waktu yang berbeda.

Karakteristik dari populasi yang akan di teliti biasanya tergantung pada minat seorang peneliti, misalnya, mengenai jenis kelamin, umur, kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu, obat-obatan, rokok, aktifitas, tempat tinggal dan lain-lain. Contohnya :

i.        Hubungan antara tingkat penjualan obat anti asma dengan jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit ashma.

ii.      Hubungan antara jumlah konsumsi rokok pada satu wilayah dengan jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit paru.

b.      Kelebihan

Kelebihan Studi korelasi adalah sangat tepat bila digunakan sebagai dasar penelitian untuk melihat hubungan antara fakor paparan dengan penyakit, karena mudah dilakukan dengan informasi yang tersedia sehingga dapat muncul hipotesis kausal dan selanjutnya dapat diuji dengan rancangan studi epidemiologi analitik.

c.       Kelemahan

Kelemahan dari studi korelasi adalah studi korelasi mengacu pada populasi (kelompok), sehingga tidak dapat mengidentifikasikan kondisi per individu dalam kelompok tersebut. Selain itu dalam studi korelasi juga tidak dapat mengontrol faktor perancu yang potensial, misalnya dalam studi korelasi mengenai hubungan antara jumlah perokok dengan jumlah penderita kanker paru, pada studi korelasi tidak mampu untuk mengidentifikasikan faktor perancu lain seperti, faktor polusi, jenis pekerjaan, aktifitas, dan lain-lain.

2)      Epidemilogi Analitik

a)      Pengertian Studi  Epidemiologi  Analitik

Epidemiologi analitik merupakan studi epidemiologi yang ditujukan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi atau rendahnya frekuensi penyakit pada kelompok individu. (Eko Budiarto, 2002:111).

Epidemiologi analitik adalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan.Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk menjamin bahwa studi di desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliabel) dan valid.

b)      Tujuan Studi Epidemiologi Analitik

(a)    Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.

(b)   Memprediksikan kejadian penyakit

(c)    Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit.

c)      Jenis Studi Epidemiologi  Analitik

Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi 2 :

(i)     Studi Observasional

a.      Studi potong lintang (Cross sectional)

Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan faktor penyebab yang mempengaruhi penyakit tersebut dengan mengamati status faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu atau kelompok pada satu waktu.

Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.

Cross sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status paparan, penyakit atau outcome lain secara serentak pada individu- individu dari suatu populasi pada suatu saat. Dengan demikian studi cross sectional tidak mengenal adanya dimensi waktu, sehingga mempunyai kelemahan dalam menjamin bahwa paparan mendahului efek (disease) atau sebaliknya. Namun studi ini mudah dilakukan dan murah, serta tidak memerlukan waktu follow up.

Langkah – langkah penelitian cross sectional :

·         Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor resiko dan faktor efek.

·         Menetapkan subjek penelitian.

·         Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor resiko dan efek sekaligus   berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data).

·         Melakukan analisi korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran)

Contoh :

*           Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat Badan Bayi Lahir (BBL) denagn menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional.

*           Menilai hubungan antara tingkat pendidikan dengan ventilasi rumah pada populasi masyarakat desa A. Ada 2 variabel dalam penelitian tersebut, yaitu tingkat pendidikan dan ventilasi rumah. Keduanya diukur secara bersamaan dalam satu waktu. Maka itulah yang disebut dengan cross sectional.

Ciri khas rancangan cross sectional :

·                  Peneliti melakukan observasi / pengukuran variabel pada suatu saat tertentu.

·                  Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajanan (exposure) maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama.

·                  Hanya menggambarkan hubungan asiasi bukan sebab akibat.

·                  Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan.

Kelebihan rancangan cross sectional :

·         Mudah dilaksanakan.

·         Sederhana.

·         Ekonomis dalam hal waktu.

·         Hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.

·         Dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko maupun efek.

Kekurangan rancangan cross sectional :

·         Diperlukan subjek penelitian yang besar.

·         Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat.

·         Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan.

·         Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan efek paling lemah bila dibandingan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain

 

b.       Kasus kontrol (case control)

Rancangan Kasus Kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya. Suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif.

Studi analitik yang menganalisis hubungan kausal dengan menggunakan logika terbalik, yaitu menentukan penyakit (outcome) terlebih dahulu kemudian mengidentifikasi penyebab (faktor risiko). Riwayat paparan dalam penelitian ini dapat diketahui dari register medis atau berdasarkan wawancara dari responden penelitian. Study case control ini berdasarkan penyakit yang sudah ada sehingga memungkinkan menganalisa penyakit kelompok tertentu yakni kelompok kasusu yang menderita penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan kelompok yang menderita atau tidak terkena akibat. Intinya penelitian ini diketahui penyakitnya kemudian ditelusuri penyebabnya.

Tahap-tahap penelitian case control :

i.        Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor resiko dan efek).

ii.      Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel).

iii.    Identifikasi kasus.

iv.    Pemilihan subjek sebagai kontrol.

v.      Melakukan pengukuran retrospetif (melihat ke belakang) untuk melihat faktor resiko.

vi.    Melakukan analisis dengan menbandingkan proporsi antara variabel-variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol.

Contoh : Peneliti ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi (kekurangan gizi) pada balita dengan prilaku pemberian makanan oleh ibu.

Ciri rancangan kasus kontrol :

i.        Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (kontrol) suatu kasus yang ingin diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua kelompok tersebut dibandingkan.

ii.      Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingi diketahui variabel bebas (penyebab).

iii.    Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama.

iv.    Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek (kasus) yang terkena penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif.

v.      Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik yang sama dengan kasus.

vi.    Bedanya kelompok kontrol tidak menderita penyakit yang akan diteliti

 

Kelebihan rancangan penelitian case control :

·         Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus jarang atau yang masa latennya panjang.

·         Hasil dapat diperoleh dengan cepat.

·         Biaya yang dibutuhkan relatif sedikit.

·         Subjek penelitian sedikit.

·         Dapat melihat hubungan bebrapa penyebab terhadap suatu akibat.

·         Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam dibanding dengan hasil rancangan cross sectional

Kekurangan rancangan penelitian case control :

·         Sulit menentukan kontrol yang tepat.

·         Validasi mengenai informasi kadang sukar diperoleh.

·         Sukar untuk menyakinkan dua kelompok tersebut sebanding.

·          Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel dependen.

·         Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan

c.       Kohort

Rancangan Kohort adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara penyebab dari suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok terpajan dan  kelompok yang tidak terpajan berdasar status penyakitnya.

Penelitian kohort adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan longitudinal kedepan atau prospektif.

Rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit.

Dua jenis kohort :

i.        Closed kohort, yaitu kohort dengan keanggotaan tertutup dimana tidak ada penambahan anggota baru sejak studi atau follow up sejak studi dimulai.

ii.      Open cohort. Yaitu kohort dengan keanggotaan terbuka dimana dalam perjalanan waktu pengamatan dapat menambahkan anggota baru.

Langkah – langkah pelaksanaan penelitian kohort :

i.        Tentukan satu kelompok orang yang terpajan.

ii.      Tentukan kelompok lainnya yang tidak terpajan.

iii.    Amati kedua kelompok, apakah mereka menjadi sakit atau tidak.

Ciri khas dari rancangan kohort :

·         Berasal dari kata romawi kuno yang berarti kelompok tentara yang berbaris maju ke depan.

·         Subjek dibagi berdasar ada atau tidaknya pemajanan faktor tertentu dan kemudian diikuti dalam periode waktu tertentu untuk menentukan munculnya penyakit pada tiap kelompok.

·         Digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dan efek.

·         Sekelompok subjek yang belum mengalami penyakit atau efek diikuti secara prospektif.

·         Diketahui variabel bebas (penyebab) kemudian ingin diketahui variabel terikat (akibat).

·         Dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif

 

Kelebihan Rancangan kohort :

·         Merupakan desain terbaik dalam menentukan insiden perjalanan penyakit atau efek yang diteliti.

·         Desain terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan antara faktor resiko dengan efek secara temporal.

·         Dapat meneliti beberapa efek sekaligus.

·         Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang.

·         Dapat meneliti multipel efek dari satu pemajan.

·         Dapat menetapkan hubungan temporal.

·         Mendapat incidence rate.

·         Biasnya lebih kecil

Kekurangan rancangan kohort :

·         Memerlukan waktu yang lama

·         Sarana dan biaya yang mahal.

·         Rumit.

·         Kurang efisien untuk kasus yang jarang.

·         Terancam Drop Out dan akan mengganggu analisis.

·         Menimbulkan masalah etika.

·         Hanya dapat mengamati satu faktor penyebab

 

Contoh penelitian cohort:

Penelitian untuk membuktikan adanya hubungan antara cancer paru dengan merokok. Tahapan penelitian ini adalah:

1)      Tahap pertama.

Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukannya :

i.        Variabel efek (dependen) = cancer paru

ii.      Variabel risiko (independen) = merokok

iii.    Variabel pengendali = umur pekerjaan dan sebagainya

2)      Tahap kedua.

Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sample penelitian. Misalnya yang menjadi populasi adalah semua pria di wilayah tertentu , dengan umur 30-50 tahun, baik yang merokok dan tidak merokok.

3)      Tahap ketiga.

Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut dan subjek yang tidak merokok (resiko negatif) dengan jumlah yang sama dengan kelompok merokok.

4)      Tahap keempat

Mengamati perkembangan efek pada kelompok orang yang merokok (risiko positif) pada kelompok kasus dan kelompok yang tidak merokok (risiko negatif) pada kelompok kontrol tersebut dalam kurun waktu tertentu, misalnya 10 tahun.

5)      Tahap kelima

Mengolah dan menganalisis data. Analisis hasil dengan membandingkan proporsi orang-orang yang menderita cancer paru dengan orang-orang yang tidak menderita cancer paru pada kelompok merokok dan tidak merokok